Perbedaan Wahyu Ilham dan Ta’lim
Oleh: Vela Ninda

A. Wahyu
Wahyu
atau al-wahy merupakan masdar yang menunjukkan
pengertian tersembunyi dan cepat. Allah berkomunikasi dengan makhluknya melalui
tiga cara, yang diantaranya adalah wahyu. Dan disimak dari ayat al-Qur’an
menyangkut apa itu wahyu, maka akan di dapati beberapa pengertian:
1. Berarti
Isyarat
Kata awha pada surah Maryam ayat 11, tidak
diartikan “memberi wahyu”, tetapi
“memberi isyarat”. Karena tidak mungkin bila Zakariya memberi
wahyu sebagaimana Allah SWT.
2. Berarti
Ilham
Dalam surah
Al-Qashas ayat 7, yang mepunyai arti dan kami telah mengilhamkan kepada ibu
Musa agar menyusuinya. Kata awhayna
pada ayat tersebut tidaklah mungkin diartikan sebagai pemberian wahyu, karena
ibu Musa merupakan manusia biasa yang tidak mungkin memberikan wahyu. Dan ibu
Musa merupakan bukan nabi bukan pula rasul yang diberi wahyu.
Jadi,
pengertian wahyu menurut etimologi yaitu, pemberitahuan secara sembunyi dan
cepat yang khusus ditujukan kepada orang yang diberi tahu tanpa diketahui orang
lain. Sedangkan menurut terminology ialah firman atau petunjuk Allah SWT yang
disampaikan kepada para rasul. Wahyu merupakan nama bagi sesuatu yang
dituangkan dengan cara cepat dari Allah ke dalam dada nabi-Nya[1].
B.
Ilham
Pengertian ilham dari sisi penyampaiannya disamakan
dengan wahyu yang disampaikan lewat hati. Namun berbeda karena ilham tidak
melalui perantara. Ilham pula dapat disebut sebagai inspirasi. Inspirasi
bermakna bisikan batin yang timbul dengan sendirinya. Ilham merupakan petunjuk
Allah yang terbit dalam hati, dan harus ada keyakinan bahwa petunjuk itu dating
dari Allah. Penerimaan ilham ada dua macam. Yang pertama datang dengan
sendirinya, dan yang kedua melalui permintaan yang sungguh-sungguh.
C. Ta’lim
Pengertian
ta’lim secara bahasa berarti pengajaran (masdar dari ‘alama-yu’alimu-ta’liman).
Secara istilah berarti pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampian
pengertian, pengetahuan dan ketrampilan. Ta’lim merupakan proses pemberian
pengatahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, sehingga diri manusia itu
menjadi suci atau bersih dari segala kotoran sehingga siap menerima hikmah dan
mampu mempelajari hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya ( ketrampilan)[2].
Mengacu pada definisi ini, ta’lim berarti usaha terus menerus manusia sejak
lahir hingga mati untuk menuju dari posisi “tidak tahu” ke posisi “tahu”
seperti yang digambarkan dalam surat An Nahl ayat 78, yang mempunyai arti “Dan
Allah mengeluarkan dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu
apapun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu
bersyukur”.
D. Perbedaan
Wahyu, Ilham, dan Ta’lim
Ketiga
istilah ini memiliki kesamaan, bahwa semuanya sama-sama menunjukkan pengetahuan
yang bersumber dari Allah SWT. Perbedaannya adalah, Wahyu hanya diperuntukkan
bagi orang-orang tertentu yang dipilih oleh Allah, yaitu para Nabi dan Rasul;
sedangkan Ilham dan Ta'lim (ilmu) diberikan oleh Allah kepada semua manusia.
Pengertian Ilham, menurut pendapat
sebagian ulama, sebagaimana dikemukakan oleh Hasbi Ash-Shiddieqie, ialah
"menuangkan suatu pengetahuan kedalam jiwa yang menuntut penerimanya
supaya mengerjakannya, tanpa didahului dengan ijtihad dan penyelidikan
hujjah-hujjah agama". Sejalan dengan pendapat ini, Al-Jurjani dalam Kitab
At-Ta'rifat mendefinisikan, bahwa ilham ialah " sesuatu yang dilimpahkan
ke dalam jiwa dengan cara pemancaran, ia merupakan ilmu yang ada di dalam hati
atau jiwa, dan dengannya seseorang tergerak untuk melakukan sesuatu tanpa
didahului dengan pemikiran".
Ilham dalam pengertian ini hampir sama dengan
pengertian instink yang dikenal dalam dunia Psikologi, yaitu: "pola
tingkah laku yang merupakan karakteristik-karakteristik spesifikasi tertentu;
tingkah laku yang diwariskan dan dilakukan secara berulang-ulang yang merupakan
khas spesifikasi tertentu. Bahkan menurut Sigmund Freud, ia merupakan sumber
energi atau dorongan primal yang tidak dapat dipecahkan. Lebih lanjut Freud
menambahkan, instink itu terbagi dua: instink kehidupan (Eros) dan instink
Kematian (Tahanatos)". Dua macam instink (Ilham) yang terdapat dalam jiwa
setiap manusia juga di ungkapkan dalam Al-Quran dengan sebutan fujur dan Taqwa.
Sebagaimana termaktub dalam Al-qur'an, surat Al-Syams [91]:8.
(فَأَلْهَمَهَا
فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا)
[Surat Ash-Shams
8]
Artinya:
"Maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kebaikan dan ketaqwaan nya. (Q.S. al-Syams
[91]: 8).
Dua macam instink yang disebutkan dalam
ayat di atas adalah instink atau kecenderungan untuk berbuat buruk (Fujur) dan
instink atau kecenderungan untuk berbuat baik (Taqwa). Kedua macam instink ini
bersifat potensial. Artinya, setiap manusia memiliki potensi untuk berbuat baik
dan berbuat buruk. Karena sifatnya yang potensial, maka aktualisasi instink ini
tergantung pada kecenderungan atau kemauan manusia untuk mengaktualkan instink
mana dari kedua instink tersebut. Jika seorang manusia memiliki kecenderungan
untuk mengaktualkan instink keburukan (fujur), maka yang akan dominan dalam
dirinya adalah sifat kejahatan; sehingga jadilah dia sebagai penjahat,
pengingkaran terhadap peruntah dan larangan Allah. Demikian pula sebaliknya,
jika instink kebaikan yang dikembangkan atau diaktualkan, maka jadilah dia
sebagai manusia yang baik, patuh terhadap perintah dan larangan Allah.
Dari pengertian ini dapat disimpulkan,
bahwa perbedaan antara kedua istilah yang disebutkan terakhir(Ilham dan Ta'lim)
terletak pada proses atau cara memperolehnya. Ilham hanya dapat diperoleh atas
kehendak Allah, tanpa usaha manusia; sedangkan ta'lim (ilmu) harus melalui
usaha manusia; kecuali ilmu ladunny yang dalam pandangan ahli tasawuf proses
proses perolehannya sama dengan Ilham.
DAFTAR
PUSTAKA
Sidi
Gazalba, Asas Agama Islam, (Bulan
Bintang, Jakarta, 1975)
T.M.Hasbi
Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu
Al-Qur’an/Tafsir (cet-viii : Jakarta: Bulan Bintang, 1980)
sangat membantu kaka :)
BalasHapusTerimakasih kak artikelnya sangat membantu
BalasHapus