MATERI AL-QUR’AN DAN HADIS KELAS XII
Oleh: Vela Ninda

https://faktualnews.co/images/2017/06/madrasah.jpg
a.
Hidup
Sederhana
Pola hidup sederhana merupakan pola
hidup pertengahan antara berlebih-lebihan, dan kekurangan atau antara boros dan
pelit. Pola hidup sederhana merupakan sifat yang terpuji. Pola hidup sederhana
berarti menggunakan harta benda yang dimiliki secara seimbang.[1]
Surat Al-Furqan Ayat 67
وَالَّذِينَ
إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ
قَوَامًا
Artinya:”Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka
tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di
tengah-tengah antara yang demikian”. [2]
Pada ayat di atas
menjelaskan, apabila manusia atau orang yang beriman yang ingin membelajakan
hartanya, maka dia tidak boleh berlebihan dan juga tidak boleh kikir. Melainkan
beada di tengah-tengah (moderat). Secara etimologi kata al-israf berasal dari
kata al saraf berarti tindakan melampaui batas pada semua perbuatan yang
dikerjakan manusia.
Disamping dengan
membelanjakan harta secara israf Allah juga melarang bersifat kikir. Allah swt.
berfirman وَلَمْ
يَقْتُرُوا(dan tidak pula kikir). Secara etimologi, al-qatr mempunyai arti
meminimkan nafkah. Kata ini semakna dengan kata al-bukhl, lawan dari al-israf.
Sedangkan secara syar’i, al-qatr berarti menahan diri dari membelanjakan harta
dalam ketaatan kepada Allah swt.
Surat al-Isra’ 29-30
وَلا
تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ
فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا (29) إِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ
يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّهُ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا(30)
Artinya:
(29) “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu
dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan
menyesal” (30) Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia
kehendaki dan menyempitkannya, sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha
Melihat akan hamba-hamba-Nya.[3]
Di dalam ayat 29 ini
Allah swt. memberi arahan cara yang baik dalam membelanjakan harta. Permulaan
ayat ini Allah melarang menjadikan tangan terbelenggu pada leher. Ungkapan ini
sudah terbiasa dikalangan-kalangan orang Arab yaitu sudah menunjukkan
kekikiran. Kikir di larang oleh Allah yaitu enggan memberikan harta kepada
orang lain walaupun sedikit. Di samping itu Allah melarang mengulurkan tangan
selebar-lebarnya, ungkapan ini berarti Allah melarang boros dalam membelanjakan
harta.
Kemudian pada
ayat 30 Allah swt. menjelaskan mengenai perolehan seseorang. Keadaan seseorang
yang tidak mampu itu hanya bersifat sementara dan tidaklah menjadi suatu
kehinaan di hadapan Allah tetapi semata-mata karena kehendak Allah yang
mengatur dan memberi rizki. Allah menjelaskan Dia-lah yang melapangkan rizki
kepada siapa yang di kehendakinya diantara hamba-hambaya dan Dia pula yang
menyempitkannya.
عن عمروبن شعيب عن ابىه عن جده ان رسول الله
صلى الله علىه وسلم قال كاوا واشربوا وثصدقوا والبسوا غير مخيلة ولاسرف (اخرجه احمد
Terjemah:
Dari Amr bin Syuaib
dari ayahnya dari kakrknya bahwa Rasulullah saw.bersabda, “makanlah, minumlah,
dan berpakaianlah tanpa ada kesombongan dan berlebihan.” (HR. Ahmad:6421)[4]
Ada empat hal penting
dalam hidup sederhana yang diperintahkan dalam hadis ini. Yaitu sederhana dalam
makam, minum, bersedekah, dan berpakaian. Maksud dari sederhana makan dan minum
yaitu tidak terlalu kenyang.
b. Menyantuni Dhuafa
Surat Al-Baqarah ayat 177

Artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke
arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan
itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab,
nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan
orang-orang yang meminta-minta, dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan
shalat, dan menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia
berjanji, dan orang-orang yang sabar “dalam kesempitan, penderitaan dan dalam
peperangan. Mereka itulah
orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”
Allah menjelaskan
kepada umat manusia kebaikan itu bukanlah sekedar menghadapkan muka kepada
sesuatu arah yang tertentu, baik ke timur maupun ke barat, tetapi kebaikan yang
sebenarnya adalah orang-orang benar-benar beriman dan bertaqwa. Yaitu
orang-orang yang melakukan kebajikan yang meliputi aktivitas jasmani dan
rohani.
Adapun tanda-tanda orang yang benar-benar
beriman dan bertaqwa kepada Allaah adalah sebagaimana yang di jelaskan dalan
ayat ini adalah:
1.
iman
(keyakinan) terhadap adanya Allah, hari pembalasan, malaikat-malaikat,
kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah melalui para utusannNya, serta iman
terhadap adanya Nabi-nabi Allaah.
2.
adanya
kemapuan untuk memberikan sebagian harta kesayangan kepada orang-orang yang
membutuhkannya.
3.
mendirikan
sholat.
4.
menunaikan
zakat.
5.
selalu
menepati janji. Orang yang baik adalah orang yang selalu menepati janjinya.
6.
orang
yang ingin mendapatkan kebaikan harus bersifat sabar dalam segala situasi
seperti dalam kesempitan, ataupun kesusahan.
QS.
Al-Baqarah 155-157

Artinya:
(155) “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar. (156) (yaitu) orang-orang yang apabila
ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun.
(157) Mereka itulah yang mendapatkan keberkahan yang sempurna dan rahmat dari
Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Dalam ayat ini Allah telah menyebutkan
beberapa ujian diantaranya sedikit
dari rasa takut, yakni keresahan hati atau ketakutan menyangkut sesuatu
yang buruk yang terjadi atau yang akan terjadi, atau hal-hal yang tidak
menyenangkan dan tidak diharapkan yang akan terjadi. Sedikit rasa lapar, yakni keinginan yang sangat untuk makan dan
minum karena perut kosong keroncongan, tetapi belum menemukan makanan dan
minuman yang dibutuhkan. Sertakekurangan
harta, ujian ini bentukya seperti kemiskinan,kekurangan jiwa seperti adanya kematian dan apapun sebab dari
kematian hal ini merupakan ujian atau cobaan bagi yang ditinggalkan dan
kekurangan buah-buahan, yang dimaksud adalah tidak berbuahnya tanaman baik
diperkebunan maupun sawah sebagaimana yang diharapkan.
QS. Al Imron
ayat186

Artinya: Kamu sungguh akan diuji
terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar
dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang
mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu
bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang
patut diutamakan.
Sebagaimana telah disebutkan
dalam sejarah, pasca hijrah Muslimin dari Mekah ke Madinah,
orang-orang Musyrik menjarah harta Muslimin dan mengganggu mereka. Di
sisi lain, warga Yahudi Madinah menghina Muslimah dengan sindirian lisan dan
bersikap biadab kepada mereka. Hal ini terus berlanjut sehingga Nabi marah
dan mengeluarkan perintah agar para pimpinan makar ini dibunuh.
Ayat ini menyinggung sunah Tuhan yakni
menguji. Kepada Muslimin ayat ini mengatakan, "Janganlah anda mengira
dengan masuk Islam, kalian akan terus senang dan bahagia. Kalian
harus siap diganggu dan dihujani makar musuh. Bahkan sekiranya kalian tidak
mengusik mereka, mereka yang akan mengganggu kalian.Dari ayat tadi
terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1.
harta dan jiwa senantiasa
diuji. Hendaknya kita hidup sedemikian rupa sehingga siap memberikan jiwa dan
harta di jalan Allah.
2.
para penentang
Islam kompak menyerang Islam dan muslimin. Lebih mudah pengikut agama
lain mengikut orang-orang Musyrik guna melawan Islam.
3.
kesabaran dan takwa merupakan
faktor kemenangan. Keteguhan tanpa takwa juga dapat disaksikan pada orang-orang
yang keras kepala
Al-Qur’an
sebagai kitab suci agama Islam di dalamnya banyak terangkum ayat-ayat yang
membahas mengenai lingkungan. Seperti perintah untuk menjaga lingkungan,
larangan untuk merusaknya, dll. Seperti yang akan di bahas berikut ini.
1. Q.S. Ar-Rum ayat 41-42
ظَهَرَ
الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ
لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمَلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ ﴿41﴾ قُلْ
سِيْرُوا فِي الْاَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِيْنَ مِنْ
قَبْلُ كَانَ أَكْثَرُهُمْ مُّشْرِكِيْنَ﴿42﴾
Artinya:
41. Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). 42. Katakanlah
“Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan
orang-orang yang terdahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang
mempersekutukan (Allah).”
Kandungan Surat
Ar-Rum 41-42
Allah menciptakan Jin
dan Manusia untuk beribadah kepada-NYA juga memberikan manusia kedudukan sebagai
khalifah di bumi. Sebagai khalifah, manusia memiliki tugas memanfaatkan,
mengelola dan memelihara.
Tetapi seringkali manusia lalai dengan
kedudukannya sebagai khalifah di bumi. Pemanfaatan yang mereka lakukan terhadap
alam seringkali tidak diiringi dengan usaha pelestarian. Keserakahan dan
perlakuan buruk sebagian manusia terhadap alam justru mengakibatkan kerusakan
dan kesengsaraan kepada manusia itu sendiri. Kerusakan terjadi di darat dan di
laut seperti Banjir, tanah longsor, kekeringan, pencemaran air dan udara, dll.
Dalam ayat ini Allah menyuruh kita untuk
melakukan perjalanan di muka bumi dan menengok kembali kisah-kisah umat
terdahulu yang binasa karena ingkar kepada Allah SWT. Banyak kisah-kisah orang
terdahulu seperti cerita para nabi, sahabat-sahabat rasul dan tabi’in. Pada
masa itu manusia juga banyak melakukan kerusakan di bumi.
Usaha yang dapat kita lakukan untuk
memelihara dan melestarikan lingkungan hidup diantaranya:
1.
rehabilitasi
sumber daya alam berupa hutan, tanah, dan air yang rusak.
2.
pemanfaatan
wilayah perairan dan kawasan udara perlu ditingkatkan tanpa merusak mutu dan
kelestarian lingkungan hidup.
3.
membudidayakan
tanaman dan hidup bersih.
Q.S Al-Baqarah: 164
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي
الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ
مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ
دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ
وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
Terjemah:
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih
bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang
berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu
dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di
bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan
antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran
Allah) bagi kaum yang memikirkan.”
Penjelasan ayat:
Dia-lah yang
menciptakan langit dan bumi untuk keperluan manusia, maka seharusnyalah manusia
memperhatikan dan merenungkan rahmat Allah Yang Maha Suci itu karena dengan
memperhatikan isi semuanya akan bertambah yakinlah dia pada ke-Esa-an dan
kekuasaan-Nya, akan bertambah luas pulalah ilmu pengetahuannya mengenai alam
ciptaan-Nya dan dapat pula dimanfaatkan ilmu pengetahuan itu sebagaimana yang
dikehendaki oleh Allah Yang Maha Mengetahui.
Hendaklah selalu
diperhatikan dan diselidiki apa yang tersebut dalam ayat ini, yaitu. Bumi yang
didiami manusia ini dan apa yang tersimpan di dalamnya berupa perbendaharaan
dan kekayaan yang tidak akan habis-habisnya baik di darat maupun di laut.
Langit dengan planet dan bintang-bintangnya yang semua berjalan dan bergerak
menurut tata tertib dan aturan Ilahi.
Tidak ada yang
menyimpang dari aturan-aturan itu, karena apabila terjadi penyimpangan akan
terjadilah tabrakan antara yang satu dengan yang lain dan akan binasalah alam
ini seluruhnya. Hal ini tidak akan terjadi kecuali bila penciptanya sendiri
yaitu Allah Yang Maha Kuasa telah menghendaki yang demikian itu.
Nabi bersabda:
تُوْعَدُوْنَ مَا السَّمَاءَ أَتَى
النُّجُوْمُ ذَهَبَتِ فَأِذَا لِلسَّمَاءِ أَمَنَةٌ النُّجُوْمُ
يُوْعَدُوْنَ مَا أَصْحَابِى أَتَى
ذَهَبْتُ فَأِذَا أَصْحَابِى أَمَنَةٌ أَنَاوَ أَتَى أَصْحَابِى ذَهَبَ فَأِذَا
لِأُمَّتِىأَمَنَةٌوَأَصْحَابِى
يُوْعَدُوْنَ مَا أُمَّتِى
Terjemah: “Bintang-bintang adalah pengaman bagi langit, jika
bintang mati, maka datanglah pada langit sesuatu yang mengancamnya. Dan aku
adalah pengaman bagi sahabatku, jika aku mati, maka datanglah kepada para
sahabat sesuatu yang mengancam mereka. Sahabatku adalah pengaman umatku, jika
mereka mati, maka datanglah kepada umatku sesuatu yang mengancam mereka.” (HR.
Imam Muslim).
Penjelasan: Dalam hadits ini hanya mambahas satu larik saja, yaitu
sabda Nabi: “bintang-bintang adalah pengaman langit. Jika bintang mati, maka
datanglah pada langit sesuatu yang mengancamnya.” Maksud dari kematian bintang adalah meredup
dan memudarnya sinar bintang. Sedang maksud dari “sesuatu yang mengancam
langit” adalah tersingkap, terpecah, terbuka, dan perubahan langit menjadi
sesuatu yang tidak terurus, ditelantarkan, dan dipenuhi asap dan kabut.
Surat An-Nahl: 125
ادْعُإِلَىسَبِيلِرَبِّكَبِالْحِكْمَةِوَالْمَوْعِظَةِالْحَسَنَةِوَجَادِلْهُمْبِالَّتِيهِيَأَحْسَنُإِنَّرَبَّكَهُوَأَعْلَمُبِمَنْضَلَّعَنْسَبِيلِهِوَهُوَأَعْلَمُبِالْمُهْتَدِينَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya
dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Penjelasan:
Kata (الْحِكْمَةِ)
hikmah antara lain berarti yang paling utama dari segala sesuatu[5], baik pengetahuan maupun
perbuatan. Ia adalah pengetahuan atau tindakan yang bebas dari kesalahan atau
kekeliruan. Hikmah juga diartikan
sebagai sesuatau yang bila digunakan /diperhatikan akan mendatangkan
kemashalatan dan kemudahan yang besar atau lebih besar, serta menghalangi
terjadinya mudharat atau kesulitan yang besar atau lebih besar.
Makna ini ditarik dari
kata Hakamah, yang berarti kendali karena kendali menghalangi hewan/kendaraan
mengarah ke arah yang tidak diinginkan, atau menjadi liar. Memilih perbuatan
yang terbaik dan sesuai adalah perwujudan dari hikmah. Memilih perbuatan yang terbaik dan sesuai
dari dua hal yang buruk pun dinamai hikmah, dan pelakunya dinamai hakim
(bijaksana).
Kata (َالْمَوْعِظَةِ)
al-mau’izhah terambil dari kata wa’azha yang berarti nasehat. Mau’izhah adalah
uraian yang menyentuh hati yang mengantar pada kebaikan. Demikian dikemukakan
oleh banyak ulama. Sedang kata (َجَادِلْهُمْ)
jadilhum terambil dari kata jidal yang bermakna diskusi atau bukti-bukti yang
mematahkan alasan atau dalil mitra diskusi dan menjadikannya tidak dapat
bertahan, baik yang dipaparkan itu diterima oleh semua orang maupun hanya oleh
mitra bicara.
مَنْرَأَىمِنْكُمْمُنْكَرًافَلْيُغَيِّّرْهُبِيَدِهِ،فَإِنْلَمْيَسْتَطِعْفَبِلِسَانِهِ،فَإِنْلَمْيَسْتَطِعْفَبِقَلْبِهِوَذَالِكَاَضْعَفُاْلإِيْمَانِ
“Barang siapa di antara kalian melihat kemunkaran, maka cegahlah
dengan tangannya (kekuasaan), apabila tidak mampu maka dengan lidahnya, apabila
tidak mampu maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemah iman.”
Berdasarkan Hadis
tersebut dapat dipahami bahwa metode dakwah yang disebutkan di dalam Alquran
mempunyai integritas dengan metode dakwah yang tertera di dalam Hadis,
maksudnya adalah bahwa pelaksanaan metode dakwah yang ada di dalam Alquran
dengan menggunakan metode dari Hadis seperti yang disebutkan di atas.
Sehingga dapat
dipahami bahwa Hadis merupakan salah satu landasan metode dalam melaksanakan
dakwah, selain didasarkan kepada metode dakwah yang dilaksanakan Rasulullah
dalam menyebarkan agama Islam. Konsep seperti ini merupakan modal utama bagi
para da’i (pelaksana dakwah), sehingga pemahaman terhadap metode dakwah yang
terdapat di dalam Hadis sangat diperlukan untuk pencapaian hasil yang lebih
optimal dengan persentase keberhasilan dakwah mencapai taraf yang signifikan.
عن المغيرة بن شعبة عن النبي صلي
الله عليه وسلم قال: لا يزال ناس من امتي ظاهرين حتي ياءتهم امر الله وهمظاهرون
“Dari Al-Mughairah bin Syu’bah dari Nabi saw, ia berkata:
sekelompok dari umatku selalu memperjuangkan (kebenaran) sehingga datang kepada
mereka keterangan Allah, sedang mereka menempuh jalan yang benar”.
Penjelasan:
Nabi Saw mengungkapkan
kelebihan untuk sekelompok ummatnya yang senantiasa bersikap dan berperilaku di
atas garis kebenaran. Mereka merupakan segolongan ummatnya yang berusaha
memelihara dan memperjuangkan kebenaran agama Allah, menganjurkan kepada
manusia berbuat yang ma’ruf dan mencegah perbuatan yang mungkar. Diantara
sekalian banyak ummat Nabi Saw. Merekalah sekelompok manusia yang mendapat
pujian Allah Swt.
ولتكن منكم امة يدعون الى الخير
وياءمرون بالمعروف وينهون عن المنكر. واولئك هم المفلحون.
Terjemah: “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang
menyeruh kepada kebajikan, menyeruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang
mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung”. Al-Imran: 104
Penjelasan:
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa penegak kebenaran
ataupun amar ma’ruf nahi mungkar adalah kaum muslimin. Ayat diatas juga
menjelaskan bahwa ada segolongan/sebagian umat Muslim ada yang berfungsi
sebagai penyeruh kebaikan dan ada yang mencegah kemungkaran.
Perintah Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
عَنْ أَبِي سَعِيْد الْخُدْرِي
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم
يَقُوْلُ: مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ
يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ
اْلإِيْمَانِ .رواه مسلم
“Dari Abu Sa’id Al Khudri r.a berkata: Saya mendengar Rasulullah
SAW bersabda: Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya,
jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka
(tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman.
(Riwayat Muslim)”
Yang dimaksud amar
ma’ruf adalah ketika engkau memerintahkan orang lain untuk bertahuid kepada
Allah, menaati-Nya, bertaqarrub kepada-Nya, berbuat baik kepada sesama manusia,
sesuai dengan jalan fitrah dan kemaslahatan. Atau makruf adalah setiap
pekerjaan (urusan yang diketahui dan dimaklumi berasal dari agama Allah dan
syara’-Nya. Termasuk segala yang wajib yang mandub. Makruf juga diartikan
kesadaran, keakraban, persahabatan, lemah lembut terhadap keluarga dan
lain-lainnya.
Sedang munkar adalah
setiap pekerjaan yang tidak bersumber dari agama Allah dan syara’-Nya. Setiap
pekerjaan yang dipandang buruk oleh syara’, termasuk segala yang haram, segala
yang makruh, dan segala yang dibenci oleh Allah SWT.
Q.S. asy-Syura: 38
وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا
لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا
رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
Artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan
Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami
berikan kepada mereka.” (QS Asy Syura: 38)
Isi Kandungan:
1.
perintah
kepada setiap muslim untuk bertakwa kepada Allah.
2.
perintah
Allah kepada setiap muslim untuk mendirikan Shalat.
3.
menggunakan
jalur musyawarah untuk mufakat dalam menyelesaikan setiap perkara.
4.
menafkahkan
sebagian rizki kita kepada orang-orang yang tidak mampu.
Dalam hadits
قال رسول الله
صلّ الله عليه و سلم لِآ بى بكر و عمر: لَوِ اجْتَمَعْتُمَا فِىْ مَشُوْرَةٍ مَا
اخْتَلَفْتُكُمَا (رواه أحمد)
Artinya: Rasulullah saw. berkata kepada Abu Bakar dan Umar,
“Apabila kalian berdua sepakat dalam musyawarah, maka aku tidak akan menyalahi
kamu berdua.
Musyawarah atau juga bisa disebut denan hidup demokratis memiliki
banyak manfaat, diantaranya adalah sebagai berikut.
1.
Melalui
musyawarah, dapat diketahui kadar akal, pemahaman, kadar kecintaan, dan
keikhlasan terhadap kemaslahatan umum.
2.
Sesungguhnya
akal manusia itu bertingkat-tingkat, dan jalan nalarnya pun berbeda-beda. Oleh
karena itu, di antara mereka pasti mempunyai suatu kelebihan pandangan
dibanding yang lain (dan sebaliknya), sekalipun di kalangan para pembesar.
3.
Sesungguhnya
pendapat-pendapat dalam musyawarah diuji keakuratannya. Setelah itu, dipilihlah
pendapat yang sesuai (baik dan benar).
4.
Di
dalam musyawarah, akan tampak bersatunya hati untuk mensukseskan suatu upaya
dan kesepakatan hati. Dalam hal itu, memang, sangat diperlukan untuk suksesnya
masalahnya masalah yang sedang dihadapi.
1.
Adil
Menurut bahasa, adil
adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya dan tidak berat sebelah. Secara umum,
adil adalah memperlakukan hak dan kewajiban dalam segala aspek kehidupan baik
sosial, budaya, ekonomi, suku, ras, golongan di dalam lingkup keluarga maupun
masyarakat secara seimbang, tidak memihak dan tidak merugikan pihak manapun.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ
كُونُواْ قَوَّامِينَ لِلّهِ شُهَدَاء بِالْقِسْطِ وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ
قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُواْ اعْدِلُواْ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى
وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ ﴿٨﴾ وَعَدَ اللّهُ
الَّذِينَ آمَنُواْ وَعَمِلُواْ الصَّالِحَاتِ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ عَظِيمٌ
﴿۹﴾ وَالَّذِينَ
كَفَرُواْ وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا أُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ الْجَحِيم ﴿۱۰﴾
Artinya: “(8) Hai orang- orang yang beriman hendaklah kamu jadi
orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan
adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu
untuk belaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada
taqwa. Dan bertaqwa kepada Allah, sesuungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan. (9) Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan
yang beramal saleh, (bahwa) untuk mereka akan mendapat ampunan dan pahala yang
besar. (10) Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat- ayat Kami,
mereka itu adalah penghuni neraka “. (Q. S. Al-Ma’idah : 8-10).
Ayat di atas mengandung makna bahwa setiap muslim hendaknya
menjunjung tinggi keadilan, menegakkan kebenaran dan membelanya sampai titik
darah penghabisan. Perilaku orang yang mengamalkan isi kandungan ayat di atas,
sebagai berikut.
a.
Selalu
bersikap perilaku adil kepada siapapun.
b.
Menghindari
perilaku aniaya.
c.
Selalu
menyatukan iman dan amal shaleh.
d.
Bertindak
bijaksana dalam memutuskan antara orang orang yang berselisih.
e.
Tidak
mengurangi timbangan dan takaran.
Hadits Nabi SAW :
عَنِ اِبْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : اَلْمُقْسِطُوْنَ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ عَلَى مَنَابِرِ مِنْ نُوْرٍ عَلَى يَمِيْنِ الْعَرْشِ الَّذِيْنَ
يَعْدِلُوْنَ فِي حُكْمِهِمْ وَاَهْلِيْهِمْ وَمَا وَلَّوْا (رواه ابن ابي شيبة
ومسلم والنسائي والبيهقي
Artinya : “ Dari Ibnu Umar R. A. dari Nabi SAW bersabda : “ Orang
yang berperilaku adil akan berada di sisi Allah pada hari kiamat. Ia duduk di
atas mimbar cahaya yang bersinar di sebelah kanan Arasy, yaitu mereka yang adil
dalam menghukum, adil terhadap keluarga, dan terhadap sesuatu yang menjadi
tanggungannya “. ( H.R. Ibnu Abi Syabah, Muslim, Nasa’I, dan Baihaqi ).
Hadits di atas
menjelaskan bahwa para penegak keadilan ( mereka yang senantiasa berbuat adil )
memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Di hari akhir nanti mereka akan diberi
kehormatan di sisi Allah, yaitu diposisikan di atas mimbar yang terbuat dari
cahaya dan berada di sebelah kanan Arasy Allah. Ini menunjukan betapa tingginya
perilaku adil dalam pandangan Allah[3]. Islam memang menjunjung tinggi
nilai-nilai keadilan. Nilai keadilan ini merupakan salah satu nilai kemanusiaan
asasi yang dibawa oleh Islam dan dijadikan sebagai pilar kehidupan pribadi,
rumah tangga, dan masyarakat.
Islam memerintahkan kepada
seorang muslim untuk berlaku adil terhadap diri sendiri, yaitu dengan
menyimbangkan antara haknya dan hak Tuhannya serta hak-hak orang lain. Islam
memerintahkan kepada kita untuk selalu berlaku adil kepada semua manusia.
Keadilan seorang muslim terhadap orang yang dicintai, dan keadilan seorang
muslim terhadap orang yang dibenci. Sehingga perasaan cinta itu tidak
bersekongkol dengan kebatilan, dan perasaan benci itu tidak mencegah dia dari
berbuat adil ( insaf ) dan memberikan kebenaran kepada yang berhak.
2.
Jujur
Jujur adalah sebuah
sikap yang selalu berupaya menyesuaikan atau mencocokan antara Informasi dengan
fenomena. Dalam agama Islam sikap seperti ini dinamakan shiddiq. Makanya jujur
itu bernilai tak terhingga.
Jujur adalah mengatakan sesuatu apa adanya. Jujur lawannya dusta.
Ada pula yang berpendapat bahwa jujur itu tengah-tengah antara menyembunyikan
dan terus terang. Dengan demikian, jujur berarti keselarasan antara berita
dengan kenyataan yang ada. Jadi, kalau suatu berita sesuai dengan keadaan yang
ada, maka dikatakan benar atau jujur, tetapi kalau tidak, maka dikatakan dusta.
Kejujuran dapat
mengantarkan kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan kepada surga. Sedangkan
dusta mengantarkan kepada perilaku menyimpang (dzalim) dan perilaku menyimpang
mengantarkan kepada neraka. Sesungguhnya orang yang biasa berlaku dusta, maka
ia akan mendapat gelas pendusta. Oleh karena itu, jujur memiliki peranan
penting dalam kehidupan seseorang baik sebagai individu maupun sebagai makhluk
sosial. Kejujuran merupakan kunci sukses dalam segala hal termasuk dalam
bekerja.
Orang yang jujur akan
mendapatkan amanah baik berupa harta, hak-hak dan juga rahasia-rahasia. Kalau
kemudian melakukan kesalahan atau kekeliruan, kejujurannya dengan izin Allah
akan dapat menyelamatkannya. Sementara pendusta, sebiji sawipun tidak akan
dipercaya. Jikapun terkadang diharapkan kejujurannya itupun tidak mendatangkan
ketenangan dan kepercayaan.
Q. S. An-Nahl ayat 91-92:
وَاَوْفُوا بِعَهْدِ اللهِ اِذَا
عَاهَدَتُّمْ وَلَاتَنْقُضُوا الْاَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ
اللهَ عَلَيْكُمْ كَفِيْلًا اِنَ اللهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُوْنَ ﴿۹۱﴾ وَلَا تَكُونُوا كَالَّتِي
نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنۢ بَعْدِ قُوَّةٍ اَنْكَاثًا تَتَّخِذُوْنَ اَيْمَانَكُمْ
دَخَلًاۢ بَيْنَكُمْ اَنْ تَكُونُ اُمَّة هِيَ اَرْبَى مِنْ اُمَةٍ قلى اِنَمَا
يَبْلُوْكُمْ اللهُ بِهِ وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمْ يَوْمَ الْقِيَمَةِ مَا كُنْتُمْ
فِيْهِ تَخْتَلِفُوْنَ ﴿۹۲﴾
Artinya:“(91) Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu
berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah ( mu ) itu, sesudah
meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap
sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allahh mengetahui apa yang kamu perbuat.
(92) Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya
yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan
sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu
golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah
hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan
dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu “. (Q. S.
An-Nahl: 91-92).
Hadits Nabi SAW:
عَنْ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ قَالَ، قَالَ رُسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَمَ : اِنَّ
الصِّدْقَ يَهْدِي اِلَى البِرَّ وَاِنَّ البِرَّ يَهْدِي اِلَى الجَنَّةِ،
وَاِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقَ حَتَّى يَكَتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيقاً، وَاِنَّ
الْكَذِبَ يَهْدِي اِلَى الفُجُورِ وَاِنَّ الفُجُوْرَ يَهْدِي اِلَى النَّارِ،
وَاِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ الله كِذَابًا
Artinya: “Dari Ibnu Mas’ud R. A. ia berkata, Rasulullah SAW telah
bersabda: “Sesungguhnya kejujuran itu menuntut kearah kebaikan dan kebaikan
menuntut ke surga dan sesungguhnya seseorang suka berbuat jujur ia dicatat di
sisi Allah SWT sebagai siddiqan (orang jujur). Adapun kebohongan itu menuntut
kearah keburukan dan keburukan menuntut ke neraka. Sesungguhnya seseorang yang
suka berbohong ia dicacat di sisi Allah SWT sebagai kizaban (pembohong)”. (H.R.
Mutafaqqun ‘Alaih )[6].
Islam memerintahkan
kepada umatnya agar selalu berlaku jujur, baik dalam ucapan maupun perbuatan.
Dalam hadits tersebut diperbandingkan antara perilaku jujur dan perilaku dusta
(bohong). Menurut hadits tersebut, kejujuran menuntun pelakunya kearah
kebaikan. Adapun kebaikan itu akan berbalas surga. Setelah itu dijelaskan pula
bahwa seseorang yang suka berlaku jujur akan dicatat di sisi Allah sebagai
siddiqan. Gelar siddiq ini merupakan kehormatan dari Allah bagi mereka yang
menjunjung tnggi kejujuran. Para siddiqan itu kedudukannya berdekatan dengan
para nabiyullah.
Sementara itu,
kebohongan akan membawa pelakunya kearah keburukan. Mengapa demikian? Sedehana
saja, karena setiap kebohongan akan selalu ditutup-tutupi dengan kebohongan.
Satu kebohongan akan ditutupi dengan kebohongan lain, dan agar tidak terbongkar
maka ditutupi dengan kebohongan lagi. Begitulah terus-menerus sehingga
bertumpuklah kebohongan itu. Kebohongan merupakan hal buruk dan seorang pembohong
tentunya tidak mau keburukannya diketahui oleh orang lain. Dalam kondisi
seperti ini, maka kebohonganlah yang akan berperan untuk menutupi keburukan
itu. Jika sudah demikian, maka tercatatlah dia di sisi Allah sebagai kizaban.
Gelar kizab merupakan salah satu gelar terburuk yang diberikan oleh Allah bagi
manusia durhaka terhadap-Nya. Oleh karena itu merupakan perlaku buruk dan akan
selalu menuntun kea rah keburukan, maka balasan dari Allahbagi seorang
pembohong adalah keburukan juga, yaitu neraka.
Bentuk-bentuk Kejujuran
1. Kejujuran lisan
2. Kejujuran niat dan
kemauan
3. Kejujuran tekad dan amal
Perbuatan
Keutamaan-keutamaan Sifat Jujur
1. Menentramkan hati.
2. Mendapat keselamatan.
3. Dipercaya orang.
4. Tidak akan banyak
mendapat masalah.
5. Mudah untuk mendapatkan
kepercayaan lagi dari berbagai kalangan
Dalam kegiatan mata pembelajaran
al-Qur’an Hadits, guru serta siswa mempunyai kajian mempelajari hidup sederhana
serta menyantuni kaum dhuafa. Selain itu juga memiliki kajian antara lain,
menghadapi cobaan dangan senyuman, menjaga kelestarian alam, ilmu pengetahuan
dan teknologi, dakwah, amar ma’ruf nahi munkar, musyawarah, serta tentang
kehidupan yang jujur dan adil.
Dalam setiap
pergantian tahun ajar, biasanya sering terjadi revolusi kurikulum yang membuat
kajian-kajian dalam setiap tahunnya berbeda. Dihimbau agar makalah ini bias
dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia.
edisi III; Jakarta: Balai Pustaka, 2001
Ghazali, Bahri. Lingkungan Hidup dalam Pemahaman Islam.
Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996
Muhammad bin Ahmad, Abdurrahman bin Abi Bakr al-Mahalli, As-Suyuthi,
Dar ul-Hadîts (Kairo)
Muriah, Siti. 2000. Metodologi Dakwah Kontemporer.
Yogyakarta: Mitra Pustaka
Rahman, Fazhlur. Al-Qur’an Sumber Ilmu Pengetahuan, alih
bahasa M. Arifin. Jakarta: Bina Aksara, 1987
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta:
Lentera Hati
Shihab, M. Quraish. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1996
Sugiyono dan Mukarom, Menelaah Hadis 2, (PT. Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri)
[1] Sugiyono dan
Mukarom, Menelaah Hadis 2, (PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri), hal.51
[2] Ibid hal. 52
[3] Sugiyono dan
Mukarom, Menelaah Hadis 2, (PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri), hal.50
[6] Muhammad bin Ahmad, Abdurrahman bin Abi Bakr al-Mahalli,
As-Suyuthi, Dar ul-Hadîts (Kairo) hlm.
363
Tidak ada komentar:
Posting Komentar